Aceh Tengah
Minggu, 13 Mei 2012
Nama Resmi : Kabupaten Aceh Tengah
Ibukota : Takengon
Luas Wilayah : 4.315,14 Km²
Jumlah Penduduk : 182.126 (Thn 2007)
Wilayah Administrasi : Kecamatan : 14, Kelurahan : 2, Desa : 207
Bupati : Ir. H. Nasaruddin, MM
Wakil Bupati : Drs. H. Djauhar Ali
Alamat Kantor: Jl. Yos Sudarso, Takengon
Telp. (0642) 21014, Fax. 21170
Website : www.acehtengahkab.go.id
Ibukota : Takengon
Luas Wilayah : 4.315,14 Km²
Jumlah Penduduk : 182.126 (Thn 2007)
Wilayah Administrasi : Kecamatan : 14, Kelurahan : 2, Desa : 207
Bupati : Ir. H. Nasaruddin, MM
Wakil Bupati : Drs. H. Djauhar Ali
Alamat Kantor: Jl. Yos Sudarso, Takengon
Telp. (0642) 21014, Fax. 21170
Website : www.acehtengahkab.go.id
SEJARAH
Kedatangan
kaum kolonial Belanda sekitar tahun 1904, tidak terlepas dari potensi
perkebunan tanah Gayo yang sangat cocok untuk budidaya kopi Arabika,
tembakau dan damar. Pada masa ini wilayah Aceh Tengah dijadikan Onder
Afdeeling Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai ibukotanya.Dalam masa
kolonial Belanda tersebut di kota Takengon didirikan sebuah perusahaan
pengolahan kopi dan damar. Sejak saat itu pula kota Takengon mulai
berkembang menjadi sebuah pusat pemasaran hasil bumi dataran tinggi
Gayo, khususnya sayuran dan kopi.
Sebutan
Onder Afdeeling Takengon di era kolonial Belanda, berubah menjadi Gun
pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Gun dipimpin oleh Gunco.
Setelah kemerdekaan RI diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, sebutan
tersebut berganti menjadi wilayah yang kemudian berubah lagi menjadi
kabupaten.
Aceh
Tengah berdiri tanggal 14 April 1948 berdasarkan Oendang-oendang No. 10
tahoen 1948 dan dikukuhkan kembali sebagai sebuah kabupaten pada
tanggal 14 November 1956 melalui Undang-undang No. 7 (Drt) Tahun 1956.
Wilayahnya meliputi tiga kewedanaan yaitu Kewedanaan Takengon, Gayo Lues
dan Tanah Alas.
Sulitnya
transportasi dan didukung aspirasi masyarakat, akhirnya pada tahun 1974
Kabupaten Aceh Tengah dimekarkan menjadi Kabupaten Aceh Tengah dan Aceh
Tenggara melalui Undang - undang No. 4 Tahun 1974. Kemudian, pada 7
Januari 2004, Kabupaten Aceh Tengah kembali dimekarkan menjadi Kabupaten
Aceh Tengah dan Bener Meriah dengan Undang -undang No. 41 Tahun 2003.
Kabupaten Aceh Tengah tetap beribukota di Takengon, sementara Kabupaten
Bener Meriah beribukota Simpang Tiga Redelong
Panorama
pegunungan, bukit, serta kondisi alam yang masih asri dan kerap
berselimut kabut, menjadikan pemandangan di dataran tinggi Gayo bak
lukisan alam. Dilihat dari kejauhan saat kabut turun, sebuah kabupaten
yang terletak di sepanjang Bukit Barisan itu seolah menyembul dari
awan-awan yang melingkupinya. Kabupaten Aceh Tengah bagaikan “Negeri di
atas awan”. Rona wilayah yang didominasi pegunungan serta suhu udara
yang sejuk memberi pesona tersendiri bagi daerah ini. Sebuah danau yang
dikitari gunung-gunung di tepi kota Takengon, ibu kota kabupaten,
melengkapi keindahan kabupaten Tanah Gayo itu. Dari danau Laut Tawar itu
mengalir sebuah sungai Krueng Peusangen yang bermuara di Selat Malaka.
Danau seluas 5.742 hektar itu, selain sebagai objek wisata, juga
merupakan sumber air minum bagi masyarakat yang ada di kota Takengon,
serta sebagai sumber air bagi PLTA Peusangan I dan II.
Aceh
tengah dikenal pula dengan sebutan “Negeri Antara” memang memiliki
kekayaan alam yang melimpah. Dari luas wilayahnya, 58,57 persen
merupakan kasawan lindung, dan sisanya 41,43 persen menjadi kawasan
budidaya. Topografi yang bergunung-gunung dan tanah yang subur
memberikan keuntungan bagi usaha pertanian. Kabupaten ini memang masih
menggantungkan ekonominya dari pertanian. Kontribusinya mencapai Rp.
839,91 milyar. Sebesar 32,05 persennya atau senilai Rp. 350,95 milyar
disumbang dari perkebunan.
Kopi
menjadi andalan utamanya. Perkebunan kopi mencapai 73.461 hektar yang
tersebar di seluruh kecamatan dan umumnya merupakan perkebunan milik
rakyat. Sebanyak 53.902 keluarga petani kopi terlibat di usaha
perkebunan ini. Penanaman kopi memang dikenal penduduk sejak zaman
belanda. Bahkan sebagian besar kebun kopi yang ada sekarang merupakan
peninggalan perkebunan belanda. Jenis kopi Arabica-lah yang banyak
ditanam disini. Selain karena memang cocok tumbuh di daerah yang berhawa
sejuk, harganya pun relatif lebih tinggi dibanding kopi jenis lain.
Tahun 2000, kopi daerah ini bisa menghasilkan 27.105 ton kopi. Hasil itu
sebagian ada yang diekspor ke Amerika, Jepang dan Belanda, dan sebagian
dikirim ke Medan kemudian baru diekspor ke negara tujuan, nilai ekspor
kopi bisa mencapai 10 juta dollar AS lebih dalam setahun.
Ketinggian
daerah Aceh Tengah yang bervariasi dari 100 meter -2500 meter dpl, di
beberapa tempat dimungkinkan untuk ditanami tanaman pangan, seperti
padi, palawija, dan hortikultura. Namun hampir 79,64 persen lahan di
daerah ini berada pada kemiringan di atas 15 persen yang hanya cocok
untuk usaha perkebunan. Areal persawahan Cuma ada di lahan yang
kemiringannya lebih dari 15 persen, tetapi itupun kurang produktif.
Apalagi areal persawahan di Aceh Tengah umumnya menggunakan sistem
pengairan tadah hujan. Dari luas sawah 13.124 hektar, luas tanamnya
hanya 3.107 hektar dengan produksi padi 10.613 ton. Rendahnya produksi
padi sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan beras penduduk. Hingga
saat ini, Aceh Tengah masih mendatangkan beras dari beberapa kabupaten
tetangga, seperti Pidie, Bireun, dan Aceh Utara.
Lain
halnya dengan tanaman sayur-sayuran, palawija dan holtikultura yang
dapat tumbuh subur di daerah ini. Tanaman sayur-sayuran seperti kentang,
tomat, cabai dan kubis banyak dibudidayakan petani. Tahun 2000 luas
areal tanaman kentang 1.930 hektar, menghasilkan 37.617 ton. Produksi
kentang yang dipasarkan di tingkat lokal, ke beberapa kota seperti
Medan, Banda Aceh, bahkan sudah ada yang diekspor ke Malaysia. Komoditas
kentang juga sudah mulai diolah menjadi makanan ringan dalam bentuk
keripik oleh beberapa industri rumah tangga.
Tanaman
palawija yang banyak dibudidayakan antara lain kacang kedelai, kacang
tanah, jagung, dan ubi jalar. Sedangkan komoditas buah-buahan yang
diusahakan sebagai kegiatan sampingan adalah tanaman jeruk keprok, jeruk
siam, alpokat, nanas, dan durian. Jeruk keprok menjadi produk unggulan.
Tahun 2000 produksi jeruk keprok mencapai 2.465,9 ton. Komoditas ini
tersebar di beberapa kecamatan seperti Takengon, Bebesan, Silih Nara,
Bukit, Bandar dan Pegasing.
Letak
kabupaten yang berada di dominasi pegunungan, menjadikan daerah ini
masih terisolir. Prasarana transportasi menjadi kendala utama Takengon
dan daerah lain di Aceh Tengah. Jalur ke Takengon menjadi semacam jalan
“buntu”. Artinya, angkutan semacam bus dan truk tidak dapat melanjutkan
perjalanan ke daerah lain, sehingga kembali melalui jalan yang sama.
Akses menuju ke daerah ini sangat bergantung pada jalan Bireun –
Takengon, serta jalan alternatif Takengon–Blang-Kejeren-Kutacane yang
kurang representatif, kondisi kedua jalan itu sangat tidak kondusif,
baik karena rawan longsor maupun gangguan lainnya, seperti gangguan
keamanan.
Kawasan
pegunungan yang terisolasi yang tidak memiliki prasarana transportasi,
seperti kawasan Samarkilang, Karang Ampar, Pameu dan Jamat yang sebagian
besar produk pertaniannya hanya dapat digunakan untuk kebutuhan hidup
di daerah itu.
Usaha
Pemda Kabupaten untuk mengatasi masalah tersebut adalah memperbaiki dan
membuka ruas jalan yang baru yang bernilai ekonomis, baik antar
kecamatan maupun antar kabupaten. Anggaran yang disediakan mencapai Rp.
57,25 milyar atau 52,77 persen dari total belanja pembangunan APBD tahun
2001, diharapkan pembukaan ruas jalan baru akan menguntungkan bagi
kebutuhan hidup penduduk dan juga Pemda Kabupaten dapat mempromosikan
wisata keindahan alam “Negeri Antara” yang dimilikinya.